PERSYARATAN RUMAH SEHAT
Rumah
merupakan bangunan yang berfungsi sebagai tempat tinggal atau hunian dan juga
sebagai sarana pembinaan keluarga (Peraturan Menteri Kesehatan RI
No.1077/Menkes/Per/V/2011 tentang Pedoman Penyehatan Udara dalam Ruang). Rumah
sehat dapat diartikan sebagai tempat berlindung/bernaung dan tempat untuk
beristirahat, sehingga dapat menumbuhkan kehidupan yang sempurna baik fisik,
rohani, maupun sosial.
b.
Persyaratan
Rumah Sehat
Menurut
Kasjono (2011) rumah yang sehat harus memenuhi persyaratan sebagai berikut:
1) Memenuhi kebutuhan fisiologis
Kebutuhan
fisiologis terdiri dari kecukupan cahaya yang masuk ke dalam ruangan, ventilasi
atau penghawaan yang baik, tidak adanya kebisingan yang berlebihan, dan
terdapat ruang bermain yang cukup bagi anak-anak.
2) Memenuhi kebutuhan psikologis
Kebutuhan
psikologis dari penghuni rumah yaitu rasa nyaman dan rasa aman dari penghuni
rumah.
3) Mencegah penularan penyakit
Pembangunan
rumah harus memperhatikan faktor yang dapat menjadi sumber penularan penyakit.
Faktor tersebut meliputi penyediaan air bersih, bebas dari serangga dan tikus,
pengelolaan sampah yang benar, pengelolaan limbah dan tinja yang benar.
4) Mencegah terjadinya kecelakaan
Rumah
sehat harus dapat mencegah atau mengurangi risiko terjadinya kecelakaan seperti
jatuh, terkena benda tajam, keracunan, bahaya kebakaran, dll.
c.
Aspek
Fisologis Rumah
1) Kondisi Lantai
Lantai
adalah penutup permukaan tanah dalam ruangan dan sekitar rumah. Sifat dan jenis
bahan serta teknik pemasangan yang kurang baik menyebabkan lantai tidak
berfungsi dengan maksimal sesuai dengan kebutuhan ruang. Lantai yang tidak
sesuai dengan kebutuhan ruangannya dapat menimbulkan kecelakaan kerja
(Surowiyono, 2004). Lantai yang baik berasal dari ubin maupun semen, namun untuk
masyarakat ekonomi menengah ke bawah cukup tanah yang dipadatkan, dengan syarat
tidak berdebu pada saat musim kemarau dan tidak basah pada saat musim hujan.
Untuk memperoleh lantai tanah yang padat dan basah dapat ditempuh dengan
menyiramkan air kemudian dipadatkan dengan benda-benda berat dan dilakukan
berkali-kali. Lantai yang basah dan berdebu merupakan sarang dari penyakit
(Notoatmodjo, 2007).
2) Kondisi Dinding
Dinding
merupakan penyekat atau pembatas ruang, selain sebagai penyekat ruang dinding
dapat berfungsi juga sebagai komponen kontruksi yang disebut dinding kontruksi.
Dinding kontruksi tidak hanya berfungsi sebagai penyekat ruang namun juga
sebagai tumpuan bahan konstruksi yang ada di atasnya (Surowiyono, 2004).
Tembok
merupakan salah satu dinding yang baik namun untuk daerah topis sebenarnya
kurang cocok karena apabila ventilasinya tidak cukup akan membuat pertukaran
udara tidak optimal. Untuk masyarakat desa sebaiknya membangun rumah dari
dinding papan sehingga meskipun tidak terdapat jendela udara dapat bertukar
melalui celah-celah papan, selain itu celah tersebut dapat membantu penerangan
alami (Notoatmodjo, 2007).
3) Kondisi Atap
Genteng
adalah atap rumah yang cocok digunakan untuk daerah tropis namun dapat juga
menggunakan atap rumbai ataupun daun kelapa. Atap seng ataupun asbes tidak
cocok untuk rumah pedesaan, di samping mahal juga menimbulkan suhu panas di
dalam rumah (Notoatmodjo, 2007).
Pada
bagian atap biasanya terpasang langit-langit rumah. Langit-langit atau plafon
merupakan penutup atau penyekat bagian atas ruang. Langit-langit dapat
berfungsi sebagai penyekat panas dan bagian atas bangunan agar tidak masuk ke
dalam ruangan. Fungsi lain dari langit-langit adalah untuk mengatur pencahayaan
di dalam ruangan, mengatur tata suara, dan menjadi elemen dekorasi ruangan
(Surowiyono, 2004).
4) Pencahayaan
Menurut
Permenkes RI No.1077/Menkes/Per/V/2011 tentang Pedoman Penyehatan Udara dalam
Ruang, pencahayaan alami dan buatan langsung maupun tidak langsung dapat
menerangi seluruh ruangan dengan intensitas minimal 60 lux. Sinar matahari
sangat dibutuhkan agar kamar tidur tidak menjadi lembab, dan dinding kamar
tidur menjadi tidak berjamur akibat bakteri atau kuman yang masuk ke dalam
kamar. Semakin banyak sinar matahari yang masuk semakin baik. Sebaiknya jendela
ruangan dibuka pada pagi hari antara jam 6 dan jam 8 (Don, WS, 2004).
Kurangnya
cahaya yang masuk ke dalam rumah, terutama cahaya matahari dapat memicu
berkembangnya bibit-bibit penyakit, namun bila cahaya yang masuk ke dalam rumah
terlalu banyak dapat menyebabkan silau dan merusak mata (Notoatmodjo, 2007).
Cahaya dapat dibedakan menjadi 2, yakni:
a) Cahaya alamiah
Cahaya
alamiah berasal dari cahaya matahari. Cahaya ini sangat penting karena dapat
membunuh bakteri-bakteri patogen dalam rumah. Rumah yang sehat harus mempunyai
jalan masuk cahaya (jendela) luas sekurang-kurangnya 15% hingga 20% dari luas
lantai yang terdapat di dalam rumah tersebut. Usahakan cahaya yang masuk tidak
terhalang oleh bangunan maupun benda lainnya.
b) Cahaya buatan
Cahaya
buatan didapatkan dengan menggunakan sumber cahaya bukan alami, seperti lampu
minyak, listrik, dan sebagainya.
5) Suhu
Suhu
ruangan sangat dipengaruhi oleh suhu udara luar, pergerakan udara, kelembaban
udara, suhu benda-benda yang ada di sekitarnya (Chandra, 2007). Menurut Permenkes
RI No. 1077/Menkes/Per/V/2011 tentang Pedoman Penyehatan Udara dalam Ruang,
menyebutkan suhu ruang yang nyaman berkisar antara 18-300C.
Sebaiknya suhu udara dalam ruang lebih rendah 40C dari suhu udara
luar untuk daerah tropis (Kasjono, 2011). Sebagian besar bakteri akan mati pada
suhu pemanasan 80-90 0C kecuali bakteri yang memiliki spora. Pada
suhu 40-50 0C atau 10-20 0C bakteri hanya akan mengalami
perlambatan pertumbuhan. Pertumbuhan optimal bakteri pada suhu 20-400C
(Widoyono, 2008).
6) Kelembaban
Kelembaban udara yang tidak memenuhi syarat
dapat menyebabkan pertumbuhan mikroorganisme yang mengakibatkan gangguan
terhadap kesehatan manusia. aliran udara yang lancar dapat mengurangi
kelembaban dalam ruangan (Macfoedz, 2008). Kelembaban yang tinggi merupakan
media yang baik untuk bakteri-bakteri patogen penyebab penyakit (Notoatmodjo,
2007). Menurut Permenkes RI No. 1077/Menkes/Per/V/2011 tentang Pedoman
Penyehatan Udara dalam Ruang menyebutkan kelembaban ruang yang nyaman berkisar
antara 40-60%.
7) Ventilasi
Ventilasi
rumah memiliki banyak fungsi. Fungsi pertama untuk menjaga agar aliran udara
dalam rumah tetap segar sehingga keseimbangan Oksigen (O2) yang
diperlukan oleh penghuni rumah tetap terjaga. Kurangnya ventilasi ruangan akan
menyebabkan kurangnya O2 dalam rumah dan kadar Karbon dioksida (CO2)
yang bersifat racun bagi penghuni menjadi meningkat. Fungsi kedua untuk
membebaskan udara ruang dari bakteri patogen karena akan terjadi aliran udara
yang terus menerus. Fungsi ketiga untuk menjaga kelembaban udara tetap optimum
(Notoatmodjo, 2007).
Aliran udara di dalam ruangan dapat membawa
keluar kotoran dan debu-debu yang bisa ditempeli penyakit (Machfoedz, 2008). Menurut
Permenkes RI No. 1077/Menkes/Per/V/2011 tentang Pedoman Penyehatan Udara dalam
Ruang menyebutkan rumah harus dilengkapi dengan ventilasi minimal 10% luas
lantai dengan sistem ventilasi silang.
8) Kepadatan Hunian
Kepadatan hunian dalam rumah menurut Kasjono
(2011) satu orang minimal menempati luas rumah 9 m2 agar dapat
mencegah penularan penyakit termasuk penularan penyakit ISPA dan juga dapat
melancarkan aktivitas di dalamnya. Keadaan tempat tinggal yang padat dapat
meningkatkan faktor polusi udara di dalam rumah (Maryunani, 2010).
Luas
lantai bangunan rumah yang sehat harus cukup untuk penghuni di dalamnya. Luas
bangunan yang tidak sebanding dengan jumlah penghuninya dapat menyebabkan
perjubelan (overcrowded). Hal ini menjadikan
rumah tidak sehat, selain menyebabkan kurangnya konsumsi O2 juga
bila salah satu keluarga terkena penyakit infeksi, akan mudah menular kepada
anggota keluarga yang lain (Notoatmodjo, 2007).
Bangunan
yang sempit dan tidak sesuai dengan jumlah penghuninya akan mempunyai dampak
kurangnya oksigen dalam ruangan sehingga daya tahan tubuh penghuninya menurun,
kemudian cepat timbulnya penyakit saluran pernafasan seperti ISPA. Ruangan yang
sempit akan membuat sesak nafas dan mudah tertular penyakit oleh anggota
keluarga yang lain. Kepadatan hunian akan meningkatkan suhu ruangan yang
disebabkan oleh pengeluaran panas badan yang akan meningkatkan kelembaban
akibat uap air dari pernafasan (Isnaeni, 2013).
Sumber :
Isnaeni, Diah Nur. 2013. Hubungan
Kepadatan Penghuni, Luas Ventilasi, dan Intensitas Cahaya dengan Kejadian
Penyakit ISPA pada Rumah Warga di Kelurahan Pringgokusuman Gedongtengen
Yogyakarta Tahun 2013. Yogyakarta : KTI JKL Poltekkes Kemenkes Yogyakarta.
Tidak diterbitkan.
Kasjono, Heru Subaris.
2011. Penyehatan Pemukiman. Yogyakarta:
Gosyen Publishing.
Machfoedz, Ircham. 2008.
Menjaga Kesehatan Rumah dari Berbagai
Penyakit. Yogyakarta: Fitramaya.
Notoatmodjo, Soekidjo. 2007. Kesehatan
Masyarakat Ilmu dan Seni. Jakarta: Rineka Cipta.
Surowiyono, Tutu TW.
2004. Merawat dan Memperbaiki Rumah Anda.
Jakarta: Restu Agung.
Widoyono. 2008. Penyakit Tropis Epidemiologi, Penularan,
Pencegahan, dan Pemberantasannya. Jakarta: Erlangga.
WS, Don. 2004. Kamar Tidur Sehat. Jakarta: Gramedia
Pustaka Utama.
Post a Comment for "PERSYARATAN RUMAH SEHAT"