Penyakit Tuberkulosis (TB Paru, TBC) oleh Mycobacterium tuberculosis
Tuberkulosis (TB Paru, TBC) - Tuberkulosis, MTB, atau TB (singkatan dari bacillus berbentuk tuberkel) merupakan penyakit menular yang umum, dan dalam banyak kasus bersifat mematikan. Penyakit ini disebabkan oleh berbagai strain mikobakteria, umumnya Mycobacterium tuberculosis. Tuberkulosis biasanya menyerang paru-paru, namun juga bisa berdampak pada bagian tubuh lainnya. Tuberkulosis menyebar melalui udara ketika seseorang dengan infeksi TB aktif batuk, bersin, atau menyebarkan butiran ludah mereka melalui udara.[2] Infeksi TB umumnya bersifat asimtomatikdan laten. Namun hanya satu dari sepuluh kasus infeksi laten yang berkembang menjadi penyakit aktif. Bila Tuberkulosis tidak diobati maka lebih dari 50% orang yang terinfeksi bisa meninggal.
Penyakit TBC dapat menyerang siapa saja (tua, muda, laki-laki, perempuan, miskin, atau kaya) dan dimana saja. Setiap tahunnya, Indonesia bertambah dengan seperempat juta kasus baru TBC dan sekitar 140.000 kematian terjadi setiap tahunnya disebabkan oleh TBC. Bahkan, Indonesia adalah negara ketiga terbesar dengan masalah TBC di dunia. Survei prevalensi TBC yang dilakukan di enam propinsi pada tahun 1983-1993 menunjukkan bahwa prevalensi TBC di Indonesia berkisar antara 0,2 – 0,65%. Sedangkan menurut laporan Penanggulangan TBC Global yang dikeluarkan oleh WHO pada tahun 2004, angka insidensi TBC pada tahun 2002 mencapai 555.000 kasus (256 kasus/100.000 penduduk), dan 46% diantaranya diperkirakan merupakan kasus baru.
A. Penyebab TBC
Penyakit TBC adalah suatu penyakit infeksi yang disebabkan oleh bakteri Mycobacterium tuberculosis. Bakteri Mycobacterium tuberculosis ini berbentuk batang dan bersifat tahan asam sehingga dikenal juga sebagai Batang Tahan Asam (BTA). Bakteri ini pertama kali ditemukan oleh Robert Koch pada tanggal 24 Maret 1882, sehingga untuk mengenang jasanya bakteri tersebut diberi nama baksil Koch. Bahkan, penyakit TBC pada paru-paru kadang disebut sebagai Koch Pulmonum (KP).
B. Faktor-faktor Resiko
Ada beberapa faktor yang menjadi penyebab mengapa orang lebih rentan terhadap infeksi TB. Di tingkat global, faktor resiko paling penting adalah HIV; 13% dari seluruh kasus TB ternyata terinfeksi juga oleh virus HIV. Masalah ini umum ditemukan di kawasan sub-Sahara Afrika, yang angka HIV-nya tinggi. Tuberkulosis terkait erat dengan kepadatan penduduk yang berlebihan serta gizi buruk. Keterkaitan ini menjadikan TB sebagai salah satu penyakit kemiskinan utama. Orang-orang yang memiliki resiko tinggi terinfeksi TB antara lain: orang yang menyuntik obat terlarang, penghuni dan karyawan tempat-tempat berkumpulnya orang-orang rentan (misalnya, penjara dan tempat penampungan gelandangan), orang-orang miskin yang tidak memiliki akses perawatan kesehatan yang memadai, minoritas suku yang beresiko tinggi, dan para pekerja kesehatan yang melayani orang-orang tersebut. Penyakit paru-paru kronis adalah faktor resiko penting lainnya. Silikosis meningkatkan resiko hingga 30 kali lebih besar. Orang-orang yang merokok memiliki resiko dua kali lebih besar terkena TB dibandingkan yang tidak merokok. Adanya penyakit tertentu juga dapat meningkatkan resiko berkembangnya Tuberkulosis, antara lain alkoholisme/kecanduan alkohol dan diabetes mellitus (resikonya tiga kali lipat). Obat-obatan tertentu, seperti kortikosteroid dan infliximab (antibodi monoklonal anti-αTNF) juga merupakan faktor resiko yang semakin penting, terutama di kawasan dunia berkembang. Meskipun kerentanan genetik juga bisa berpengaruh, namun para peneliti belum menjelaskan sampai sejauh mana peranannya.
C. Cara Penularan TBC
Penyakit TBC biasanya menular melalui udara yang tercemar dengan bakteri Mikobakterium tuberkulosa yang dilepaskan pada saat penderita TBC batuk, dan pada anak-anak sumber infeksi umumnya berasal dari penderita TBC dewasa. Bakteri ini bila sering masuk dan terkumpul di dalam paru-paru akan berkembang biak menjadi banyak (terutama pada orang dengan daya tahan tubuh yang rendah), dan dapat menyebar melalui pembuluh darah atau kelenjar getah bening. Oleh sebab itulah infeksi TBC dapat menginfeksi hampir seluruh organ tubuh seperti: paru-paru, otak, ginjal, saluran pencernaan, tulang, kelenjar getah bening, dan lain-lain, meskipun demikian organ tubuh yang paling sering terkena yaitu paru-paru.
Saat Mikobakterium tuberkulosa berhasil menginfeksi paru-paru, maka dengan segera akan tumbuh koloni bakteri yang berbentuk globular (bulat). Biasanya melalui serangkaian reaksi imunologis bakteri TBC ini akan berusaha dihambat melalui pembentukan dinding di sekeliling bakteri itu oleh sel-sel paru. Mekanisme pembentukan dinding itu membuat jaringan di sekitarnya menjadi jaringan parut dan bakteri TBC akan menjadi dormant (istirahat). Bentuk-bentuk dormant inilah yang sebenarnya terlihat sebagai tuberkel pada pemeriksaan foto rontgen.
Pada sebagian orang dengan sistem imun yang baik, bentuk ini akan tetap dormant sepanjang hidupnya. Sedangkan pada orang-orang dengan sistem kekebalan tubuh yang kurang, bakteri ini akan mengalami perkembangbiakan sehingga tuberkel bertambah banyak. Tuberkel yang banyak ini membentuk sebuah ruang di dalam paru-paru. Ruang inilah yang nantinya menjadi sumber produksi sputum (dahak). Seseorang yang telah memproduksi sputum dapat diperkirakan sedang mengalami pertumbuhan tuberkel berlebih dan positif terinfeksi TBC.
Meningkatnya penularan infeksi yang telah dilaporkan saat ini, banyak dihubungkan dengan beberapa keadaan, antara lain memburuknya kondisi sosial ekonomi, belum optimalnya fasilitas pelayanan kesehatan masyarakat, meningkatnya jumlah penduduk yang tidak mempunyai tempat tinggal dan adanya epidemi dari infeksi HIV. Disamping itu daya tahan tubuh yang lemah/menurun, virulensi dan jumlah kuman merupakan faktor yang memegang peranan penting dalam terjadinya infeksi TBC.
D. Gejala Penyakit TBC
Gejala penyakit TBC dapat dibagi menjadi gejala umum dan gejala khusus yang timbul sesuai dengan organ yang terlibat. Gambaran secara klinis tidak terlalu khas terutama pada kasus baru, sehingga cukup sulit untuk menegakkan diagnosa secara klinik.
1. Gejala sistemik/umum TB
a. Demam tidak terlalu tinggi yang berlangsung lama, biasanya dirasakan malam hari disertai keringat malam. Kadang-kadang serangan demam seperti influenza dan bersifat hilang timbul.
b. Penurunan nafsu makan dan berat badan.
c. Batuk-batuk selama lebih dari 3 minggu (dapat disertai dengan darah).
d. Perasaan tidak enak (malaise), lemah.
2. Gejala khusus TB
a. Tergantung dari organ tubuh mana yang terkena, bila terjadi sumbatan sebagian bronkus (saluran yang menuju ke paru-paru) akibat penekanan kelenjar getah bening yang membesar, akan menimbulkan suara "mengi", suara nafas melemah yang disertai sesak.
b. Kalau ada cairan dirongga pleura (pembungkus paru-paru), dapat disertai dengan keluhan sakit dada.
c. Bila mengenai tulang, maka akan terjadi gejala seperti infeksi tulang yang pada suatu saat dapat membentuk saluran dan bermuara pada kulit di atasnya, pada muara ini akan keluar cairan nanah.
d. Pada anak-anak dapat mengenai otak (lapisan pembungkus otak) dan disebut sebagai meningitis (radang selaput otak), gejalanya adalah demam tinggi, adanya penurunan kesadaran dan kejang-kejang.
Pada pasien anak yang tidak menimbulkan gejala, TBC dapat terdeteksi kalau diketahui adanya kontak dengan pasien TBC dewasa. Kira-kira 30-50% anak yang kontak dengan penderita penyakit TB paru dewasa memberikan hasil uji tuberkulin positif. Pada anak usia 3 bulan hingga 5 tahun yang tinggal serumah dengan penderita TBC paru dewasa dengan BTA positif, dilaporkan 30% terinfeksi berdasarkan pemeriksaan serologi/darah.
E. Cara Penularan TBC
Ketika seseorang yang mengidap TB paru aktif batuk, bersin, bicara, menyanyi, atau meludah, mereka sedang menyemprotkan titis-titis aerosolinfeksius dengan diameter 0.5 hingga 5 µm. Bersin dapat melepaskan partikel kecil-kecil hingga 40,000 titis. Tiap titis bisa menularkan penyakit Tuberkulosis karena dosis infeksius penyakit ini sangat rendah. (Seseorang yang menghirup kurang dari 10 bakteri saja bisa langsung terinfeksi).
Orang-orang yang melakukan kontak dalam waktu lama, dalam frekuensi sering, atau selalu berdekatan dengan penderita TB, beresiko tinggi ikut terinfeksi, dengan perkiraan angka infeksi sekitar 22%. Seseorang dengan Tuberkulosis aktif dan tidak mendapatkan perawatan dapat menginfeksi 10-15 (atau lebih) orang lain setiap tahun. Biasanya, hanya mereka yang menderita TB aktif yang dapat menularkan penyakit ini. Orang-orang dengan infeksi laten diyakini tidak menularkan penyakitnya. Kemungkinan penyakit ini menular dari satu orang ke orang lain tergantung pada beberapa faktor. Faktor-faktor tersebut antara lain jumlah titis infeksius yang disemprotkan oleh pembawa, efektifitas ventilasi lingkungan tempat tinggal, jangka waktu paparan, tingkat virulensistrain M. tuberculosis, dan tingkat kekebalan tubuh orang yang tidak terinfeksi. Untuk mencegah penyebaran berlapis dari satu orang ke orang lainnya, pisahkan orang-orang dengan TB aktif ("nyata") dan masukkan mereka dalam rejimen obat anti-TB. Setelah kira-kira dua minggu perawatan efektif, orang-orang dengan infeksi aktif yang non-resisten biasanya sudah tidak menularkan penyakitnya ke orang lain. Bila ternyata kemudian ada yang terinfeksi, biasanya perlu waktu tiga sampai empat minggu hingga orang yang baru terinfeksi itu menjadi cukup infeksius untuk menularkan penyakit tersebut ke orang lain.
Sekitar 90% orang yang terinfeksi M. tuberculosis mengidap infeksi TB laten yang bersifat asimtomatik, (kadang disebut LTBI/Latent TB Infections). Seumur hidup, orang-orang ini hanya memiliki 10% peluang infeksi latennya berkembang menjadi penyakit Tuberkulosis aktif yang nyata. Resiko TB pada pengidap HIV untuk berkembang menjadi penyakit aktif meningkat sekitar 10% setiap tahunnya. Bila tidak diberi pengobatan yang efektif, maka angka kematian TB aktif bisa mencapai lebih dari 66%.
Infeksi TB bermula ketika mikobakteria masuk ke dalam alveoli paru, lalu menginvasi dan bereplikasi di dalam endosom makrofag alveolus. Lokasi primer infeksi di dalam paru-paru yang dikenal dengan nama "fokus Ghon", terletak di bagian atas lobus bawah, atau di bagian bawah lobus atas. Tuberkulosis paru dapat juga terjadi melalui infeksi aliran darah yang dikenal dengan nama fokus Simon. Infeksi fokus Simon biasanya ditemukan di bagian atas paru-paru.[45] Penularan hematogen (melalui pembuluh darah) ini juga dapat menyebar ke lokasi-lokasi lain seperti nodus limfa perifer, ginjal, otak dan tulang. Tuberkulosis berdampak pada seluruh bagian tubuh, meskipun belum diketahui kenapa penyakit ini jarang sekali menyerang jantung, otot skeletal, pankreas, atau tiroid.
Tuberkulosis digolongkan sebagai salah satu penyakit yang menyebabkan radang granulomatosa. Sel-sel seperti Makrofag, limfosit T, limfosit B, dan fibroblast saling bergabung membentukgranuloma. Limfosit mengepung makrofag-makrofag yang terinfeksi. Granuloma mencegah penyebaran mikobakteria dan menyediakan lingkungan khusus bagi interaksi sel-sel lokal di dalam sistem kekebalan tubuh. Bakteri yang berada di dalam granuloma menjadi dorman lalu menjadi sumber infeksi laten. Ciri khas lain granuloma adalah membentuk kematian sel abnormal (nekrosis) di pusat tuberkel. Dilihat dengan mata telanjang, nekrosis memiliki tekstur halus, berwarna putih keju dan disebut nekrosis kaseosa.
Bakteri TB bisa masuk ke dalam aliran darah dari area jaringan yang rusak itu. Bakteri-bakteri tersebut kemudian menyebar ke seluruh tubuh dan membentuk banyak fokus-fokus infeksi, yang tampak sebagai tuberkel kecil berwarna putih di dalam jaringan. Penyakit TB yang sangat parah ini disebut tuberkulosis milier. Jenis TB ini paling umum terjadi pada anak-anak dan penderita HIV. Angka fatalitas orang yang mengidap TB diseminata seperti ini cukup tinggi meskipun sudah mendapatkan pengobatan (sekitar 30%).
Pada banyak orang, infeksi ini sering hilang timbul. Perusakan jaringan dan nekrosis seringkali seimbang dengan kecepatan penyembuhan dan fibrosis. Jaringan yang terinfeksi berubah menjadi parut dan lubang-lubangnya terisi dengan material nekrotik kaseosa tersebut. Selama masa aktif penyakit, beberapa lubang ini ikut masuk ke dalam saluran udara bronkhi dan material nekrosis tadi bisa terbatukkan. Material ini mengandung bakteri hidup dan dapat menyebarkan infeksi. Pengobatan menggunakan antibiotik yang sesuai dapat membunuh bakteri-bekteri tersebut dan memberi jalan bagi proses penyembuhan. Saat penyakit sudah sembuh, area yang terinfeksi berubah menjadi jaringan parut.
F. Penegakan Diagnosis
Apabila dicurigai seseorang tertular penyakit TBC, maka beberapa hal yang perlu dilakukan untuk menegakkan diagnosis adalah:
1. Anamnesa baik terhadap pasien maupun keluarganya.
2. Pemeriksaan fisik.
3. Pemeriksaan laboratorium (darah, dahak, cairan otak).
4. Pemeriksaan patologi anatomi (PA).
5. Rontgen dada (thorax photo).
6. Uji tuberkulin.
G. Pencegahan TBC
Usaha untuk mencegah dan mengontrol tuberkulosis bergantung pada vaksinasi bayi dan deteksi serta perawatan untuk kasus aktif. The World Health Organization (WHO) telah berhasil mencapai sejumlah keberhasilan dengan regimen pengobatan yang dimprovisasi, dan sudah terdapat penurunan kecil dalam jumlah kasus.
H. Vaksin
Sejak tahun 2011, satu-satunya vaksin yang tersedia adalah bacillus Calmette–Guérin (BCG). Walaupun BCG efektif melawan penyakit yang menyebar pada masa kanak-kanak, masih terdapat perlindungan yang inkonsisten terhadap TB paru. Namun demikian, ini adalah vaksin yang paling umum digunakan di dunia, dengan lebih dari 90% anak-anak yang mendapat vaksinasi. Bagaimanapun, imunitas yang ditimbulkan akan berkurang setelah kurang lebih sepuluh tahun. Tuberkulosis tidak umum di sebagian besar Kanada, Inggris Raya, dan Amerika Serikat, jadi BCG hanya diberikan kepada orang dengan resiko tinggi. Satu alasan vaksin ini tidak digunakan adalah karena vaksin ini menyebabkan tes kulit tuberlulin memberikan positif palsu, sehingga tes ini tidak membantu dalam penyaringan penyakit. Jenis vaksin baru masih sedang dikembangkan.
I. Kesehatan masyarakat
World Health Organization (WHO) mendeklarasikan TB sebagai "emergensi kesehatan global pada tahun 1993. Tahun 2006, Kemitraan Stop TB mengembangkan gerakan Rencana Global Stop Tuberkulosis yang ditujukan untuk menyelamatkan 14 juta orang pada tahun 2015. Jumlah yang telah ditargetkan ini sepertinya tidak akan tercapai pada tahun 2015, sebagian besar disebabkan oleh kenaikan penderita HIV dengan tuberkulosis dan munculnya resistensi tuberkulosis multi-obat (multiple drug-resistant tuberculosis, MDR-TB). Klasifikasi tuberkulosis yang dikembangkan oleh American Thoracic Society pada umumnya digunakan dalam program kesehatan masyarakat.
Karena kuman TB ada di mana-mana termasuk di Mal, Kantor dan tentunya juga di Rumah Sakit, maka pencegahan yang paling efektif adalah Gaya Hidup untuk menunjang Ketahanan Tubuh kita:
1. Cukup gizi, jangan telat makan
2. Cukup istirahat, jika capai istirahat dulu
3. Jangan Stres Fisik, capai berlebihan
4. Jangan Stres Mental, berusahalah berpikir positip dan legowo (bisa menerima)
J. Penanganan TB
Pengobatan TB menggunakan antibiotik untuk membunuh bakterinya. Pengobatan TB yang efektif ternyata sulit karena struktur dan komposisi kimia dinding sel mikobakteri yang tidak biasa. Dinding sel menahan obat masuk sehingga menyebabkan antibiotik tidak efektif. Dua jenis antibiotik yang umum digunakan adalah isoniazid danrifampicin, dan pengbatan dapat berlangsung berbulan-bulan. Pengobatan TB laten biasanya menggunakan antibiotik tunggal. Penyakit TB aktif sebaiknya diobati dengan kombinasi beberapa antibiotik untuk menurunkan resiko berkembangnya bakteri yang resisten terhadap antibiotik. Pasien dengan infeksi laten juga diobati untuk mencegah munculnya TB aktif di kehidupan selanjutnya. WHO merekomendasikandirectly observed therapy atau terapi pengawasan langsung, dimana seorang pengawas kesehatan mengawasi penderita meminum obatnya. Tujuannya adalah untuk mengurangi jumlah penderita yang tidak meminum obat antibiotiknya dengan benar. Bukti yang mendukung terapi pengawasan langsung secara independen kurang baik. Namun, metode dengan cara mengingatkan penderita bahwa pengobatan itu penting ternyata efektif.
1. Kasus Baru
Rekomendasi tahun 2010 untuk pengobatan kasus baru tuberkulosis paru adalah kombinasi antibiotik selama enam bulan. Rifampicin, isoniazid, pyrazinamide, dan ethambutol untuk dua bulan pertama, dan hanya rifampicin dan isoniazid untuk empat bulan selanjutnya. Apabila resistensi terhadap isoniazid tinggi, ethambutol dapat ditambahkan untuk empat bulan terakhir sebagai alternatif.
2. Penyakit Kambuh
Bila tuberkulosis kambuh, lakukan tes untuk menentukan jenis antibiotik yang sensitif sebelum menentukan pengobatan. Jika multiple drug-resistant TB (MDR-TB) terdeteksi, direkomdendasikan pengobatan dengan paling tidak empat jenis antibiotik efektif selama 8–24 bulan.
3. Resistensi Obat
Resistensi primer muncul saat seseorang terinfeksi jenis TB resisten. Seorang dengan TB yang rentan dapat mengalami resistensi sekunder (didapat) pada saat terapi. Seseorang juga dapat mengalami perkembangan resistensi karena pengobatan yang tidak adekuat, jika obat yang diresepkan tidak dipakai dengan sesuai (karena tidak patuh), atau karena obat yang digunakan berkualitas rendah. TB dengan resistensi obat merupakan masalah kesehatan masyarakat yang serius di negara yang sedang berkembang. Pengobatan untuk TB yang resisten terhadap obat akan berlangsung lebih lama dan memerlukan obat yang lebih mahal. MDR-TB (Mulitple Drugs Resistance-TB) sering didefinisikan sebagai resistensi terhadap dua obat yang paling efektif dalam lini pertama pengobatan TB: rifampicin and isoniazid. Extensively drug-resistant TB juga resisten terhadap tiga atau lebih dari enam kelas pengobatan lini kedua. TB resisten obat total adalah resistensi terhadap semua jenis obat yang selama ini digunakan. TB dengan resisten total terhadap obat pertama kali ditemukan pada tahun 2003 di Italia, tetapi hal ini tidak pernah dilaporkan hingga tahun 2012.
Sumber
http://id.wikipedia.org/wiki/Tuberkulosis
http://medicastore.com/tbc/penyakit_tbc.htm
Post a Comment for "Penyakit Tuberkulosis (TB Paru, TBC) oleh Mycobacterium tuberculosis"